INDSATU.COM - Rico Adi Utama Dato' Panglima, Direktur Eksekutif POLEGINS (Political and Legal Institute), mengamati fenomena dugaan pencitraan politik yang dilakukan oleh para politisi pada momentum Haji (1443 H/ 2022 M) kali ini.
Menurutnya, para politisi harus memberikan edukasi politik yang tepat dan baik. Yakni, melakukan pencitraan politik tanpa harus mencampur adukkan dengan kegiatan ibadah.
"Yang perlu diingat, Haji itu panggilan Allah SWT. Makanya, ada salah - satu Sunnah yang dikerjakan saat haji, yaitu menyerukan kalimat _Talbiyah_ : _Labbaykallahumma labbayk, labbayka la syarika laka labbayk. Innal hamda wan ni‘mata laka wal mulk La syarika lak_ (artinya: Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.
Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu)," ulas Rico Adi Utama, Jum'at (15/7/2022) di Jakarta.
"Jadi, malu mestinya kita dihadapan Allah SWT, jika disaat memenuhi panggilan-Nya diekspos untuk pencitraan politik. Khidmatlah beribadah, jangan ada niat lain disaat ibadah, apapun perbuatan baik yang kita lakukan di Tanah Suci Mekkah itu. Kan sudah ada arenanya berpolitik, mengapa harus menggunakan momentum yang luar biasa itu, untuk bercitra - citra?," imbuhnya.
Lebih lanjut Rico Adi Utama mengungkapkan, bahwa fenomena menjadikan agama sebagai 'selimut', atau bisa dikatakan dijadikan sebagai komoditi politik di Indonesia, saat ini tampaknya sudah menjadi _trend_ bagi beberapa oknum politisi; mulai dari penampilan yang alim hingga mengiring perseolaan menentukan pilihan politik dengan landasan agama.
"Saya sependapat dengan siapapun, terutama sebagai Muslim, bahwa memilih pemimpin itu harus dilihat juga iman dan akhlaknya. Tetapi, kita tidak semata-mata menjadikan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan/ politik/ kekuasaan. Tetapi, malah setelah berkuasa, agama tidak lagi menjadi program prioritas, ini kan aneh. Sebelum terpilih sibuk menjadikan agama dan dibumbui dalil - dalil _nash_ (Al-Qur'an dan Hadist) sebagai penarik massa, tapi setelah terpilih program keagamaan juga tidak menjadi perhatian utama; malah sibuk mengurus proyek pembangunan. Kalau memang benar adanya _platform_ politik yang berdasarkan agama, totalitas dong," bebernya.
Rico Adi Utama juga menuturkan, bahwa fenomena itu mestinya mendapat perhatian bagi para ulama. Jangan sampai adanya para 'munafikun' agama, yang membungkus/ menyelimuti tujuan politiknya dengan agama.
"Saya tahu, bahwa segmentasi agama itu cukup besar dan cukup efektif, apalagi dikalangan masyarakat yang fanatisme agamanya tinggi. Tapi ingat, urusan kita ini, bagi penganut agama manapun, bukan hanya di dunia saja, tetapi ada pertanggungjawaban di akhirat kelak. Malulah kita kepada Allah SWT, kalau menjadikan agama sebagai alat. Mestinya harus dibalik, dengan pencapaian politik (kekuasaan) kita menggunakannya untuk berbuat baik, berbuat hebat dan mulia disisiNya dengan amal dan perbuatan kita saat mendapatkan kekuasaan," tegasnya.
"Haji itu bukan pamor. Kadangkala saya heran juga, seakan-akan ada kesan _ujub_ dan takjub, dengan menyandang gelar Haji. Memang tidak salah menyandang gelar Haji, tapi itu hanya sebuah penanda, bahwa kita sudah haji dan melakukan rukun Islam yang ke-lima. Tapi, bukan untuk sebuah harkat dan/ atau status sosial yang membedakan kita dengan yang belum Haji. Mari kita renungkan itu (bagi ummat Islam)," tambahnya lagi.
"Bagi saudara ku yang Muslim, jika ada keinginan menjadikan agama sebagai pamor/ citra dan tujuan yang _hubbuddunya_ (cinta kepada dunia), mestinya kita malu dengan penggalan Surat Al-Maidah ayat (44) di dalam Al Qur'an, yaitu; ...Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Semoga pada pejabat politik dan politisi Indonesia umumnya, dapat merenungi ini, apapun agamanya, terutama bagi saudara-saudara ku Muslim," tutup Rico Adi Utama. (Rel)
0 Komentar